Selasa, 14 Juni 2011

(Daun Muda) - Ngentotin Sari dan Rina Yang Aduhai

Seperti telah kuceritakan di
bagian sebelumnya, Senin, Rabu
dan Jumat adalah jadwalku
mengajar Sari dan Rina. Karena
rumah Rina lebih dekat, maka
Sari yang datang ke rumah Rina.
Ibu Rina adalah orang Menado.
Bapaknya orang Batak. Kedua
orang tuanya berada di
Surabaya. Dia disini tinggal
berdua saja dengan kakak
perempuan tertuanya yang
kerja di Bank. Mengontrak rumah
mungildi daerah Cipete. Sedang
kedua orang tua Sari adalah asli
orang Tasik. Keduanya cantik.
Tinggi tubuhnya hampir sama.
Rina orangnya putih, agak gemuk
dansedikit banyak omong.
Sedang Sari hitam manis,
cenderung pendiam dan agak
kurus.
Singkat cerita, setelah beberapa
kali mengajar, aku tahu bahwa
memang si Rina kurang bisa
konsentrasi. Konsentrasinya
selalu pecah. Ada saja alasannya.
Berbeda dengan Sari. Bahkan
kadang-kadang matanya
menggoda nakal memandangku.
Mungkin kalau tidak ada Sari,
sudah kuterkam dia. Pakaiannya
pun kadang-kadang mengundang
nafsuku. Celananya pendek sekali
dengan kaos oblong tanpa BH.
Berbeda sekali dengan Sari. Sari
memang pendiam. Kalau tidak
ditanya, dia diam saja. Jadi kalau
tidak tahu, dia malu bertanya.
Tetapi dari pengalamanku, aku
tahu kalau Sari ini mempunyai
nafsu yang besar yang
terpendam.
Suatu saat aku datang mengajar
ke rumah Rina. Seperti biasa
kalau jam belajar, pintu
depannya tidak dikunci, jadi aku
bisa langsung masuk. Kok sepi..?
Pada kemana..? Aku kebingungan,
lihat sana dan sini mencari orang
di rumah itu. Aku langsung ke
dapur, tidak ada siapa-siapa. Aku
memang biasa dan sudah
diizinkan berkeliling rumahnya.
Mau masuk kamarnya, aku takut
karena belum pernah. Lalu aku
duduk di ruang tamu, sambil
buka-buka buku mempersiapkan
pelajaran.
Samar-samar aku mendengar
suara mendesah-desah. Aku jadi
tidak konsentrasi. Kucari arah
suara itu. Ternyata dari
kamarnya Rina. Kutempelkan
telingaku ke pintu. Setelah yakin
itu suara Rina, kucoba memutar
pegangan pintunya, ternyata
tidak dikunci. Kubuka sedikit dan
kuintip. Ternyata dia sedang
masturbasi di tempat tidurnya.
Tangan kirinya meremas-remas
susunya, tangan kanannya
masuk ke dalam roknya. Wajah
dan suara desahannya
membuatku terangsang. Aku
masuk pelan-pelan, dia kaget
sekali melihatku. Tangannya
langsung menarik kaosnya
menutupi susunya. Wajahnya
merah padam karena malu.
“Ehh.. ee.. Masss.. suss..,
ssuuddaaahh laammaaa..?”
tanyanya terbata-bata.
Karena aku sudah terangsang
dan sudah yakin sekali kalau dia
pun mau, langsung kulumat
bibirnya. Mulanya dia kaget,
tetapi tidak lama dia pun balik
membalas ciumanku dengan
ganasnya. Tanganku pun
langsung masuk ke dalam
kaosnya, mencari bukit
kembarnya. Kuraba-raba,
kuremas-remas kedua bukitnya
bergantian. Tidak sekenyal dan
sekeras punyanya Sara atau
Ketty.
“Aaahhh.., Masss.., mmm..,
aaahhh..!” desahnya.
Karena cukup mengganggu,
kuangkat lepas kaosnya.
Terpampanglah kedua bukit
kembarnya. Putih bersih dengan
puttingnya merah muda yang
menonjol indah. Kurebahkan dia,
kuciumi kedua bukit kembarnya
bergantian.
“Ahhh.., Mass..! Teruuuss Masss..!
Aahhh.., ooohhh… Hissaaappp..,
Masss..!”
Langsung kukulum-kulum dan
kuhisap-hisap puting susu
kanannya, sedang yang kiri
kuremas-remas.
“Aaahhh.., ooohhh.., Mass
eenaaakkkk.., Mass yang
keeraasss..!”
Tangannya sekarang tidak mau
diam, mulai memegang batang
kejantananku yang sudah
tegang dari luar celanaku.
Tanganku pun mulai masuk ke
dalam roknya. Astaga. Dia tidak
memakai celana dalam. Kucari-
cari kaitan roknya, resletingnya,
lalu kuplorotkan roknya.
Terpampanglah tubuh indah putih
di hadapanku. Kucium perutnya,
naik lagi ke susunya begitu
berulang-ulang. Kepalanya
bergolek ke kiri dan ke kanan.
“Auwww.., Maasss..!
Aaaddduuuhhh.., ooohhh..!” dia
menikmati sensasi yang
kuberikan.
Kira-kira tiga menit, tiba-tiba dia
bangkit. Melepas kaosku,
menurunkan celana serta celana
dalamku sekalian. Aku
didorongnya. Batang
kejantananku yang sudah
menegang langsung berdiri di
hadapannya.
“Kamu nakal yaa.., berdiri tanpa
izin..!” katanya kepada
kemaluanku.
Langsung dikocok-kocok, diurut,
dipijat oleh tangannya.
“Aaahhh… Riiinnn.. Dari tadi
keekk..!” kataku protes.
Lalu dia mulai mengulum
senjataku. Lalu kakinya memutar
mengangkangi wajahku. Aku tahu
maksudnya. Sekarang, ada bibir
kemaluan indah di hadapanku.
Langsung kulahap. Kujilati seluruh
permukaan liang
keperawanannya.
“Sudah basah sekali ini orang..!”
pikirku.
Setiap aku menyentuh
kelentitnya, dia berhenti
menyedot batang
keperkasaanku.
Lalu dia melepaskan penisku,
berdiri, lalu jongkok tepat di
atas alat vitalku.
“Bukan main..! Masih kelas 2 SMP
kok sudah begini hebat
permainannya..!” batinku,
“Umurnya paling-paling sebaya
Sara, 13 tahunan.”
Dia pegang senjataku, dipaskan
ke lubangnya, lalu dengan sangat
perlahan dia berjongkok.
“Aaahhh..!” desisku saat kepala
kemaluanku ditelan liang
kenikmatannya.
Masih sempit. Sangat perlahan
dia menurunkan pantatnya.
Penetrasi ini sungguh indah.
Matanya terpejam, tangannya
menekan dadaku. Dia menikmati
sekali setiap gesekan demi
gesekan.
“Aaahhh.., ssshhhssshhh..!”
desahnya.
Setelah seluruh batang
kemaluanku masuk, terasa
olehku kepala kejantananku
menyentuh rahimnya. Didiamkan
sebentar sambil dikedut-
kedutkan urat kemaluannya.
“Aaahhh.., Riiinnn… eeennnaaakkk
sseeekkkaallliii..!”
Lalu perlahan-lahan dia mulai
menaik-turunkan pantatnya.
Susunya bergoyang-goyang
indah. Kuremas-remas keduanya.
“Aa.., ah.., ahh.., ooohhh..,
sshshshsh.., shhh..!”
Lama-lama semakin cepat. Tidak
lama kemudian dia menjepitkan
kakinya ke pantatku sambil
tangannya meremas dadaku dan
menekan pantatnya agar masuk
lebih dalam.
“Massss.., aakkkuuu..
uuuddddaaahhh… aaahhh..!”
desahnya tidak menentu.
“Syurrrr… ssyyuurrr…” cairan
hangat menyelimuti kepala
batang kejantananku.
Dia rebah ke atas tubuhku. Aku
yang belum sampai, langsung
membalikkan badannya. Langsung
kegenjot dia secepat mungkin.
Karena liang senggamanya sudah
basah, maka daya cengkramnya
menurun. Sehingga aku harus
lama memompanya.
“Maasss.., uuuddaaahhh..!
Aaakkkuuu eenggaaakkk
taahhhaannn..!Adduuuhhh..
Mmass..! Geeellii..!” teriaknya.
Dia berkelojotan, susunya
bergoyang-goyang. Kuremas-
remas keduanya dengan kedua
tanganku. Aku tidak peduli, terus
saja kugenjot.
Sampai akhirnya, “Aaahhh..,
Rriiinnn.. Maasss… ssaammmpeee…
aaahhh..!” desahku yang diikuti
dengan, “Croottt.., croottt..,
croottt..,” empat kelompok
cairan spermaku memuncrat di
liang senggamanya.
Aku langsung ambruk ke
dadanya. Setelah reda nafasku,
kupeluk dia sambil berguling ke
sebelahnya. Kucium keningnya.
Kudekap dia lebih rapat. Batang
keperkasaanku masih tertancap
di liang kenikmatannya.
“Terima kasih ya Riinnn..!”
“Sama-sama Maasss..!”
“Riinnn.., maaf ya..? Mas mau
tanya.., Tapi Rina jangan marah
yaaa..?”
“Rina tau apa yang Mas mau
tanya. Memang Rina udah sering
beginian sama pacar Rina. Tapi
sudah 2 bulan ini putus, jadi Rina
sering masturbasi seperti yang
Mas liat tadi.” jawabnya enteng
sekali.
“Oooo..”
“Mas adalah orang kedua yang
meniduri Rina setelah pacar
Rina.”
Mass.., Rina khan belajarnya
sama Sara. Sara banyak cerita
ke Rina tentang hubungan Sara
sama Mas… Kata Sara, Mas
hebat.., Rina jadi kepengiiiinn
banget hubungan sama Mas..!”
“Kapan Rina pertama kali
hubungan dengan pacar Rina..?”
“Udah lama Mas.., kira-kira waktu
Rina kelas satu dulu. Rina
kecolongan Mass.., tapi setelah
tau enaknya, Rina jadi
ketagihan.”
“Ooo.”
“Si Sari kok enggak dateng..?”
“Tadi siang Aku bilang ke Dia,
hari ini enggak belajar, karena
Aku pengiinn banget ngentot
sama Maass.. Habis.. gatel
sssiiiihh..!” katanya sambil
mengedut-ngedutkan liang
kewanitaannya.
Penisku serasa dipijat-pijat.
Kucabut, lalu keluarlah cairan
kental putih dari liang
senggamanya. Lubang
kenikmatannya kubersihkan
dengan kaosnya, lalu batang
kejantananku pun kulap.
“Sekarang mau belajar..?”
tanyaku.
“Kayaknya enggak deh Mas.
Kasian khan Sari ketinggalan.”
“Ok deh. Mas sebetulnya juga
ada perlu di rumah. Mau bantuin
bapak betulin mobil orang. Besok
mau diambil.”
“Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!”
Lalu kucium pipinya. Aku bangkit
ke kamar mandi dengan
telanjang bulat sambil menenteng
pakaianku. Kamar mandinya ada
di ruang tengah.”Massss…”
panggilnya saat aku akan keluar
kamarnya.”Apa..?”"Besok lagi.
Datangnya jam tigaan aja Mass.
Si Sari datangnya paling jam 4
kurang, jadi kita bisa puas-
puasin dulu..!”
“Iyaaa deeehhh.., tenang aja.”
kataku sambil keluar kamar.
Begitulah setiap sebelum
mengajar, aku menggarap Rina
sepuasku. Begitu pula dengan
Rina. Dia nafsunya sangat besar.
Tetapi kemaluannya tidak begitu
menjepit. Sebenarnya itu
bukanlah masalah buatku. Sejak
aku tidak bisa berhubungan
dengan Sara lagi, aku cukup
puas berhubungan dengan Ketty
dan Rina.
Suatu saat, ketika melihat
perubahan atas sikap Sari
kepadaku. Dia sering mencuri
pandang ke arahku. Aku tidak
tahu sebabnya, tetapi setelah
selesai belajar, saat kujalan
bersama dengan Sari, Sari
bercerita kepadaku.
“Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan
Rina sama Mas…”
“Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa
Rina cerita..?” tanyaku kaget.
“Enggak. Waktu Sari datang lebih
awal, kira-kira jam tiga
seperempat, Sari masuk rumah
Rina, Sari denger Rina teriak-
teriak di kamar, kupikir Rina
khan udah putus sama
pacarnya..? Lalu Rina sama
siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh
enggak taunya sama Mas Pri..!”
“Terus..?”
“Terus.., ya Sari keluar aja,
takut ketahuan. Terus Sari
nongkrong di tukang bakso
depan. Kira-kira jam empat
kurang, Sari masuk lagi.”
“Terus..?”
“Yaa.., udah gitu aja..!”
Hening sesaat waktu itu, kami
sibuk dengan pikiran kami
masing-masing.
“Sari pernah enggak yaa..?”
batinku.
“Tanya, enggak, tanya, enggak.
Kalo kutanya, Dia marah enggak
ya.. Ah bodo, yang penting tanya
dulu aja…”
“Eng.., Sari pernah enggak..?”
“Pernah apa Mas..?”
“Ya.., seperti Sara atau Rina..?”
“Belummm Mmassss..!” jawabnya
malu-malu dan wajahnya merah
padam.
Ternyata dia tidkak marah.
Benar dugaanku, nafsunya besar
juga.
“Sari mau..?”
Dia diam saja sambil menunduk.
Pasti mau lah.
“Sari udah punya pacar..?”
“Beluumm Mass.., abis dilarang
sama Bapak Ibu.”
“Yaa.., jangan sampe ketahuan
doonng..!”
Lalu kami berpisah. Karena Sari
harus naik bis ke Blok A.
Sedangkan aku naik bis arah
Pondok Labu. Di bis aku berpikir,
gimana caranya mendapatkan
Sari.
“Aku harus memanfaatkan Rina..!”
pikirku.
Besoknya sebelum belajar
bersama, saat aku bercumbu
dengan Rina, kubilang ke Rina
kalau Sari sudah tahu hubungan
kita. Aku minta bantuannya
untuk memancing nafsu si Sari.
Tadinya aku pikir Rina akan
menolak, ternyata jalan pikiran
Rina sudah sangat moderat. Dia
menyanggupinya. Karena Sari
sudah tahu, untuk apa ditutup-
tutupi katanya.
etika sedang belajar bersama,
aku coba pancing nafsu Sari
dengan cara kududuk di sebelah
Rina. Aku rangkul Rina, kucium
pipinya, bibirnya dan kuraba
dadanya. Rina saat itu memakai
kaos tanpa BH. Rina
membalasnya. Lalu kudorong dia
agar tiduran di karpet. Kami
saling bergumul. Melihat hal itu,
Sari kaget juga. Dia menutupi
wajahnya. Karena selama ini kami
berhubungan diam-diam. Tidak
pernah secara terang-terangan.
Kali itu kami berbuat seolah-olah
tidak ada orang lain selain kami
berdua, untuk memancing nafsu
Sari.
Perbuatan kami semakin
memanas. Karena Rina sudah
telanjang dada. Lalu Rina
menurunkan celana pendeknya.
Dia langsung bugil karena tidak
memakai celana dalam. Aku pun
tidak tinggal diam, kulepas semua
pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami
mengambil posisi 69. Rina di atas.
Kami saling menghisap.
“Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs…
Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!”
desah Rina dibesar-besarkan.
“Ohhh.. Riiinnn… hisap yang
kuaattt Riinnnn..!” desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi
wajahnya lagi.
Kira-kira lima menit saling
menghisap, Rina berdiri
memegang batang kemaluanku
dan mengarahkan ke liang
senggamanya yang sudah tidak
perawan lagi. Menurunkan
pantatnya dengan perlahan.
“Bless..!” langsung masuk
seluruhnya.
“Aaahhhh… Maasss.., aaahhh..,
ssshhh.., aaahhh..!” desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-
turunkan pantatnya. Pertama-
tama perlahan. Makin lama
semakin cepat.
“Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh…
Iiihhh..!” erangnya.
Kulirik Sari, dia memandangi
ekspresi Rina. Sepertinya dia
sudah terangsang berat. Karena
wajahnya merah padam,
nafasnya memburu. Tangannya
memegang dadanya. Gerakan
Rina semakin tidak terkendali.
Pantatnya berputar-putar sambil
naik turun. Kira-kira 10 menit,
aku rasakan liang kewanitaan
Rina sudah berkedut-kedut. Dia
mau sampai klimakasnya. Dan
akhirnya pantatnya menghujam
batang keperkasaanku dalam
sekali.
“Aaahhh.. Masss… Akuuu…
sammmpppeee.. Maasss..!”
“Syuuurr… syurrr..” kehangatan
menyelimuti kepala senjataku.
Mass.., Rina khan belajarnya
sama Sara. Sara banyak cerita
ke Rina tentang hubungan Sara
sama Mas… Kata Sara, Mas
hebat.., Rina jadi kepengiiiinn
banget hubungan sama Mas..!”
“Kapan Rina pertama kali
hubungan dengan pacar Rina..?”
“Udah lama Mas.., kira-kira waktu
Rina kelas satu dulu. Rina
kecolongan Mass.., tapi setelah
tau enaknya, Rina jadi
ketagihan.”
“Ooo.”
“Si Sari kok enggak dateng..?”
“Tadi siang Aku bilang ke Dia,
hari ini enggak belajar, karena
Aku pengiinn banget ngentot
sama Maass.. Habis.. gatel
sssiiiihh..!” katanya sambil
mengedut-ngedutkan liang
kewanitaannya.
Penisku serasa dipijat-pijat.
Kucabut, lalu keluarlah cairan
kental putih dari liang
senggamanya. Lubang
kenikmatannya kubersihkan
dengan kaosnya, lalu batang
kejantananku pun kulap.
“Sekarang mau belajar..?”
tanyaku.
“Kayaknya enggak deh Mas.
Kasian khan Sari ketinggalan.”
“Ok deh. Mas sebetulnya juga
ada perlu di rumah. Mau bantuin
bapak betulin mobil orang. Besok
mau diambil.”
“Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!”
Lalu kucium pipinya. Aku bangkit
ke kamar mandi dengan
telanjang bulat sambil menenteng
pakaianku. Kamar mandinya ada
di ruang tengah.”Massss…”
panggilnya saat aku akan keluar
kamarnya.”Apa..?”"Besok lagi.
Datangnya jam tigaan aja Mass.
Si Sari datangnya paling jam 4
kurang, jadi kita bisa puas-
puasin dulu..!”
“Iyaaa deeehhh.., tenang aja.”
kataku sambil keluar kamar.
Begitulah setiap sebelum
mengajar, aku menggarap Rina
sepuasku. Begitu pula dengan
Rina. Dia nafsunya sangat besar.
Tetapi kemaluannya tidak begitu
menjepit. Sebenarnya itu
bukanlah masalah buatku. Sejak
aku tidak bisa berhubungan
dengan Sara lagi, aku cukup
puas berhubungan dengan Ketty
dan Rina.
Suatu saat, ketika melihat
perubahan atas sikap Sari
kepadaku. Dia sering mencuri
pandang ke arahku. Aku tidak
tahu sebabnya, tetapi setelah
selesai belajar, saat kujalan
bersama dengan Sari, Sari
bercerita kepadaku.
“Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan
Rina sama Mas…”
“Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa
Rina cerita..?” tanyaku kaget.
“Enggak. Waktu Sari datang lebih
awal, kira-kira jam tiga
seperempat, Sari masuk rumah
Rina, Sari denger Rina teriak-
teriak di kamar, kupikir Rina
khan udah putus sama
pacarnya..? Lalu Rina sama
siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh
enggak taunya sama Mas Pri..!”
“Terus..?”
“Terus.., ya Sari keluar aja,
takut ketahuan. Terus Sari
nongkrong di tukang bakso
depan. Kira-kira jam empat
kurang, Sari masuk lagi.”
“Terus..?”
“Yaa.., udah gitu aja..!”
Hening sesaat waktu itu, kami
sibuk dengan pikiran kami
masing-masing.
“Sari pernah enggak yaa..?”
batinku.
“Tanya, enggak, tanya, enggak.
Kalo kutanya, Dia marah enggak
ya.. Ah bodo, yang penting tanya
dulu aja…”
“Eng.., Sari pernah enggak..?”
“Pernah apa Mas..?”
“Ya.., seperti Sara atau Rina..?”
“Belummm Mmassss..!” jawabnya
malu-malu dan wajahnya merah
padam.
Ternyata dia tidkak marah.
Benar dugaanku, nafsunya besar
juga.
“Sari mau..?”
Dia diam saja sambil menunduk.
Pasti mau lah.
“Sari udah punya pacar..?”
“Beluumm Mass.., abis dilarang
sama Bapak Ibu.”
“Yaa.., jangan sampe ketahuan
doonng..!”
Lalu kami berpisah. Karena Sari
harus naik bis ke Blok A.
Sedangkan aku naik bis arah
Pondok Labu. Di bis aku berpikir,
gimana caranya mendapatkan
Sari.
“Aku harus memanfaatkan Rina..!”
pikirku.
Besoknya sebelum belajar
bersama, saat aku bercumbu
dengan Rina, kubilang ke Rina
kalau Sari sudah tahu hubungan
kita. Aku minta bantuannya
untuk memancing nafsu si Sari.
Tadinya aku pikir Rina akan
menolak, ternyata jalan pikiran
Rina sudah sangat moderat. Dia
menyanggupinya. Karena Sari
sudah tahu, untuk apa ditutup-
tutupi katanya.
etika sedang belajar bersama,
aku coba pancing nafsu Sari
dengan cara kududuk di sebelah
Rina. Aku rangkul Rina, kucium
pipinya, bibirnya dan kuraba
dadanya. Rina saat itu memakai
kaos tanpa BH. Rina
membalasnya. Lalu kudorong dia
agar tiduran di karpet. Kami
saling bergumul. Melihat hal itu,
Sari kaget juga. Dia menutupi
wajahnya. Karena selama ini kami
berhubungan diam-diam. Tidak
pernah secara terang-terangan.
Kali itu kami berbuat seolah-olah
tidak ada orang lain selain kami
berdua, untuk memancing nafsu
Sari.
Perbuatan kami semakin
memanas. Karena Rina sudah
telanjang dada. Lalu Rina
menurunkan celana pendeknya.
Dia langsung bugil karena tidak
memakai celana dalam. Aku pun
tidak tinggal diam, kulepas semua
pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami
mengambil posisi 69. Rina di atas.
Kami saling menghisap.
“Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs…
Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!”
desah Rina dibesar-besarkan.
“Ohhh.. Riiinnn… hisap yang
kuaattt Riinnnn..!” desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi
wajahnya lagi.
Kira-kira lima menit saling
menghisap, Rina berdiri
memegang batang kemaluanku
dan mengarahkan ke liang
senggamanya yang sudah tidak
perawan lagi. Menurunkan
pantatnya dengan perlahan.
“Bless..!” langsung masuk
seluruhnya.
“Aaahhhh… Maasss.., aaahhh..,
ssshhh.., aaahhh..!” desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-
turunkan pantatnya. Pertama-
tama perlahan. Makin lama
semakin cepat.
“Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh…
Iiihhh..!” erangnya.
Kulirik Sari, dia memandangi
ekspresi Rina. Sepertinya dia
sudah terangsang berat. Karena
wajahnya merah padam,
nafasnya memburu. Tangannya
memegang dadanya. Gerakan
Rina semakin tidak terkendali.
Pantatnya berputar-putar sambil
naik turun. Kira-kira 10 menit,
aku rasakan liang kewanitaan
Rina sudah berkedut-kedut. Dia
mau sampai klimakasnya. Dan
akhirnya pantatnya menghujam
batang keperkasaanku dalam
sekali.
“Aaahhh.. Masss… Akuuu…
sammmpppeee.. Maasss..!”
“Syuuurr… syurrr..” kehangatan
menyelimuti kepala senjataku.
Dia langsung terguling ke
sebelahku. Senjataku tercabut
dari liang kenikmatannya dan
berhamburanlah cairan dari liang
senggamanya ke karpet. Aku
memang tidak begitu menghayati
permainan ini, karena pikiranku
selalu ke Sari. Jadi pertahananku
masih kuat. Aku bangkit dengan
telanjang bulat. Kuhampiri Sari.
Sari kaget karena aku
menghampirinya masih dengan
bertelanjang bulat. Langsung
kupeluk dia. Kuciumi seluruh
wajahnya. Tidak ada penolakan
darinya, tetapi juga tidak ada
reaksi apa-apa. Benar-benar
masih polos.
Lama-lama tangannya mulai
memelukku. Dia mulai
menikmatinya. Membalas
ciumanku, walau lidahnya belum
bereaksi. Kuusahan semesra
mungkin aku mencumbunya. Dan
akhirnya mulutnya membuka
sedikit berbarengan dengan
desahannya.
“Aaahhh.. Maasss..!” nafasnya
mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya.
Kubelit lidahnya perlahan-lahan.
Dia pun membalasnya. Tanganku
mulai meraba dadanya. Terasa
putingnya sudah mengeras di
bukit kembarnya yang kecil.
Kuremas-remas keduanya
bergantian.
“Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss..
shshhshshs…” desahnya.
Kulepas ciumanku. Kupandangi
wajahnya sambil tanganku
mengangkat kaosnya. Dia diam
saja. Lepas sudah kaosnya,
sekarang tinggal BH mininya.
Kulepaskan juga pengaitnya. Dia
masih diam saja. Akhirnya
terpampanglah bukit kembarnya
yang kecil lucu. Seperti biasa,
untuk menaklukan seorang
perawan, tidak bisa terburu-
buru. Harus sabar dan dengan
kata-kata yang tepat.
“Bukan maaiinnn. Susumu bagus
sekali Sar..!” kataku sambil
memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina,
agak coklat seperti warna
kulitnya. Aku elus perlahan-lahan
sekali. Kusentuh-sentuh
putingnya yang sudah menonjol.
Setiap kusentuh putingnya, dia
menggelinjang.
Kutidurkan dia ke karpet. Lalu
kuciumi dada kanannya, yang kiri
kuremas-remas.
“Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss..,
aaaddduuuhhh… aaa..!”
Bergantian kiri kanan. Kadang
ciumanku turun ke arah
perutnya, lalu naik lagi. Tangan
kananku sudah mengelus-ngelus
pahanya. Dia masih memakai
celana panjang katun. Kadang-
kadang kuelus-elus
selangkangannya. Dia mulai
membuka pahanya. Sementara
itu Rina sudah pergi ke kamar
mandi. Karena kudengar suara
guyuran air.
Setelah aku yakin dia sudah di
puncak nafsunya, kupandangi
wajahnya lagi. Wajahnya sudah
memerahkarena nafsunya. Ini
saatnya. Lalu tanganku mulai
membuka pengait celananya,
retsletingnya, dan menurunkan
celana panjangnya sekalian
dengan celana dalamnya. Tidak
ada penolakan. Bahkan dia
membantunya dengan
mengangkat pantatnya. Dia
memandangiku sayu.
Bukit kemaluannya kecil tidak
berbulu. Hampir sama dengan
kepunyaan Titin dulu. Mungkin
karena sama-sama orang Sunda.
Kupandangi bibir kemaluannya.
Dia menutupinya dengan kedua
tangannya. Kutarik tangannya
perlahan sambil kudekatkan
wajahku. Mulanya tangannya
menutup agak keras, tetapi
lama-lama mulai melemah. Kucium
bibir kewanitaannya. Aaahhh..,
segar sekali harumnya. Kuulangi
beberapa kali. Setiap kucium,
pantatnya dinaikkan ke atas
sambil mendesah.
“Aaahhh… Masss.., mmm..
sshshshs…”
Batang kejantananku yang tadi
sudah agak lemas, mulai
mengeras lagi.
Lalu kubuka bibir kewanitaannya
dengan jariku. Sudah basah.
Kutelusuri seluruh liangnya
dengan jariku, lalu lidahku. Dia
semakin menggelinjang. Lidahku
menari-nari mencari kedele-nya.
Setelah dapat, kujilat-jilat
dengan cepat sambil agak
kutekan-tekan. Reaksinya,
gelinjangnya makin hebat,
pantatnya bergoyang ke kiri dan
ke kanan.
“Adduuuhhh… Maasss… aaahhh..
ssshhh.. aaahhh..!”
Kuangkat kedua kakinya,
kutumpangkan ke pundakku,
sehingga liang kewanitaannya
semakin membuka. Kupandangi
belahan kewanitaannya. Betapa
indah liangnya. Hangat dan
berkedut-kedut.
“Saarr.., memekmu bagus betul..
Wangi lagi…”
Kembali kuhisap-hisap. Dia
semakin keras mendesah.
Kira-kira 5 menit kemudian,
pahanya menjepit leherku keras
sekali. Lubang keperawanannya
berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan,“Syurrr… syurrr…”
menyemburlah cairan
kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin,
gurih menjadi satu. Aaasshhh…
segarnya. Kakinya sudah
melemas.Kuturunkan kakinya,
kukangkangkan pahanya.
Kuarahkan batang
keperkasaanku ke liangnya
sambil kupandangi wajahnya.
“Boleh Sarr..?” tanyaku memohon
persetujuannya.
Matanya memandangku sayu,
tidak bertenaga. Dia hanya
mengangguk.
“Pelan-pelan yaa Mass..!”
Kuoles-oleskan kepala
kemaluanku dengan cairan
pelumas yang keluar dari liang
senggamanya. Lalu kugesek-
gesekkan kepala kejantananku
ke bibir kenikmatannya. Kuputar-
putar sambil menekan perlahan.
Dia langsung terguling ke
sebelahku. Senjataku tercabut
dari liang kenikmatannya dan
berhamburanlah cairan dari liang
senggamanya ke karpet. Aku
memang tidak begitu menghayati
permainan ini, karena pikiranku
selalu ke Sari. Jadi pertahananku
masih kuat. Aku bangkit dengan
telanjang bulat. Kuhampiri Sari.
Sari kaget karena aku
menghampirinya masih dengan
bertelanjang bulat. Langsung
kupeluk dia. Kuciumi seluruh
wajahnya. Tidak ada penolakan
darinya, tetapi juga tidak ada
reaksi apa-apa. Benar-benar
masih polos.
Lama-lama tangannya mulai
memelukku. Dia mulai
menikmatinya. Membalas
ciumanku, walau lidahnya belum
bereaksi. Kuusahan semesra
mungkin aku mencumbunya. Dan
akhirnya mulutnya membuka
sedikit berbarengan dengan
desahannya.
“Aaahhh.. Maasss..!” nafasnya
mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya.
Kubelit lidahnya perlahan-lahan.
Dia pun membalasnya. Tanganku
mulai meraba dadanya. Terasa
putingnya sudah mengeras di
bukit kembarnya yang kecil.
Kuremas-remas keduanya
bergantian.
“Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss..
shshhshshs…” desahnya.
Kulepas ciumanku. Kupandangi
wajahnya sambil tanganku
mengangkat kaosnya. Dia diam
saja. Lepas sudah kaosnya,
sekarang tinggal BH mininya.
Kulepaskan juga pengaitnya. Dia
masih diam saja. Akhirnya
terpampanglah bukit kembarnya
yang kecil lucu. Seperti biasa,
untuk menaklukan seorang
perawan, tidak bisa terburu-
buru. Harus sabar dan dengan
kata-kata yang tepat.
“Bukan maaiinnn. Susumu bagus
sekali Sar..!” kataku sambil
memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina,
agak coklat seperti warna
kulitnya. Aku elus perlahan-lahan
sekali. Kusentuh-sentuh
putingnya yang sudah menonjol.
Setiap kusentuh putingnya, dia
menggelinjang.
Kutidurkan dia ke karpet. Lalu
kuciumi dada kanannya, yang kiri
kuremas-remas.
“Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss..,
aaaddduuuhhh… aaa..!”
Bergantian kiri kanan. Kadang
ciumanku turun ke arah
perutnya, lalu naik lagi. Tangan
kananku sudah mengelus-ngelus
pahanya. Dia masih memakai
celana panjang katun. Kadang-
kadang kuelus-elus
selangkangannya. Dia mulai
membuka pahanya. Sementara
itu Rina sudah pergi ke kamar
mandi. Karena kudengar suara
guyuran air.
Setelah aku yakin dia sudah di
puncak nafsunya, kupandangi
wajahnya lagi. Wajahnya sudah
memerahkarena nafsunya. Ini
saatnya. Lalu tanganku mulai
membuka pengait celananya,
retsletingnya, dan menurunkan
celana panjangnya sekalian
dengan celana dalamnya. Tidak
ada penolakan. Bahkan dia
membantunya dengan
mengangkat pantatnya. Dia
memandangiku sayu.
Bukit kemaluannya kecil tidak
berbulu. Hampir sama dengan
kepunyaan Titin dulu. Mungkin
karena sama-sama orang Sunda.
Kupandangi bibir kemaluannya.
Dia menutupinya dengan kedua
tangannya. Kutarik tangannya
perlahan sambil kudekatkan
wajahku. Mulanya tangannya
menutup agak keras, tetapi
lama-lama mulai melemah. Kucium
bibir kewanitaannya. Aaahhh..,
segar sekali harumnya. Kuulangi
beberapa kali. Setiap kucium,
pantatnya dinaikkan ke atas
sambil mendesah.
“Aaahhh… Masss.., mmm..
sshshshs…”
Batang kejantananku yang tadi
sudah agak lemas, mulai
mengeras lagi.
Lalu kubuka bibir kewanitaannya
dengan jariku. Sudah basah.
Kutelusuri seluruh liangnya
dengan jariku, lalu lidahku. Dia
semakin menggelinjang. Lidahku
menari-nari mencari kedele-nya.
Setelah dapat, kujilat-jilat
dengan cepat sambil agak
kutekan-tekan. Reaksinya,
gelinjangnya makin hebat,
pantatnya bergoyang ke kiri dan
ke kanan.
“Adduuuhhh… Maasss… aaahhh..
ssshhh.. aaahhh..!”
Kuangkat kedua kakinya,
kutumpangkan ke pundakku,
sehingga liang kewanitaannya
semakin membuka. Kupandangi
belahan kewanitaannya. Betapa
indah liangnya. Hangat dan
berkedut-kedut.
“Saarr.., memekmu bagus betul..
Wangi lagi…”
Kembali kuhisap-hisap. Dia
semakin keras mendesah.
Kira-kira 5 menit kemudian,
pahanya menjepit leherku keras
sekali. Lubang keperawanannya
berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan,“Syurrr… syurrr…”
menyemburlah cairan
kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin,
gurih menjadi satu. Aaasshhh…
segarnya. Kakinya sudah
melemas.Kuturunkan kakinya,
kukangkangkan pahanya.
Kuarahkan batang
keperkasaanku ke liangnya
sambil kupandangi wajahnya.
“Boleh Sarr..?” tanyaku memohon
persetujuannya.
Matanya memandangku sayu,
tidak bertenaga. Dia hanya
mengangguk.
“Pelan-pelan yaa Mass..!”
Kuoles-oleskan kepala
kemaluanku dengan cairan
pelumas yang keluar dari liang
senggamanya. Lalu kugesek-
gesekkan kepala kejantananku
ke bibir kenikmatannya. Kuputar-
putar sambil menekan perlahan.
“Aaahhh.. Maasss… Ooohhh..!” dia
mendesah.
Lalukutekan dengan amat
perlahan. Kepalanya mulai masuk.
Kuperhatikan kemaluannya
menggembung karena menelan
kepala keperkasaanku. Ketekan
sedikit lagi. Kulihat dia menggigit
bibir bawahnya. Kuangkat
pantatku sedikit dengan amat
perlahan. Lalu kudorong lagi.
Begitu berulang-ulang sampai dia
tidak meringis.
“Ayooo… Masss.. aaahhh..
ooohhh.., ssshhhshshhh..!”
Lalu kudorong lagi. Masuk
sepertiganya. Dia meringis lagi.
Kutahan sebentar, kutarik
perlahan, lalu kudorong lagi.
Terasa kepala batang
kejantananku mengenai selaput
tipis. Nah ini dia selaputnya.
“Kok enggak dalam..? Belum
masuk setengahnya udah kena..!”
batinku dalam hati.
“Sar.., tahan sedikit yaa..!”
Lalu kucium bibirnya. Kami
berciuman, saling mengulum. Dan
dengan tiba-tiba kutekan batang
keperkasaanku dengan keras.
“Pret..!” kemaluanku menabrak
sesuatu yang langsung sobek.
Diamau menjerit, tetapi karena
mulutnya kusumpal, maka tidak
ada suara yang keluar.
Kudiamkan sebentar
kejantananku agar liang
keperawanannya mau menerima
benda tumpul asing. Lalu kutarik
ulur perlahan-lahan. Setelah
terlihat dia tidak merasa
kesakitan, kutekan lebih dalam
lagi. Kutahan lagi. Kuangkat
perlahan, kutekan sedikit lagi.
Begitu berulang-ulang sampai
senjataku masuk semuanya. Dia
tetap tidak bisa bicara karena
mulutnya kulumat. Kutahan
kemaluanku di dalam, kulepaskan
ciumanku. Liang senggamanya
menjepit seluruh batangku di
semua sisi. Rasanya bukan main
nikmatnya.
“Gimana Sar..?”
“Sakiittt Masss… Periiihhh…
Mmmm..!”
“Tahan aja dulu, sebentar lagi
ilang kok…” sambil kucabut
sangat perlahan.
Kutekan lagi sampai menyentuk
ujung rahimnya. Begitu berulang-
ulang. Ketika kutarik, kulihat
kemaluan Sari agak tertarik
sampai kelihatan agak
menggembung, dan kalau
kutekan, agak mblesek
menggelembung. Setelah 5 atau
6 kali aku turun naik, terasa
agak mulai licin. Dan Sari pun
tidak terlihat kesakitan lagi.
“Sar.., memekmu sempit banget.
Ooohhh enak sekali Sar..!” bisikku
sambil mempercepat gerakanku.
Dia sepertinya sudah merasa
nikmat.
“Aaahhh… eennnaaakkk… Masss…
aaahhh.. shshshshsh…” desahnya.
Kupercepat terus.
“Ah.. ah.. ahh.. ooo.. shshsh..
aaaddduuuhhh… ooohhh..!”
pantatnya mulai bergerak
mengimbangi gerakanku. Kira-
kira 5 menit, dia mulai tidak
terkendali. Pantatnya bergerak
liar. Tiba-tiba dia menekuk,
kedua kakinya menjepit
pantatku sambil mengangkat
pantatnya. Bibir kemaluannya
berkedut-kedut.
Dan,“Sysurrr.. syuurrr..” dua kali
kepala kejantananku disembur
oleh cairan hangatnya.
Karena aku dari tadi sudah mau
keluar dan kutahan-tahan, maka
kupercepat gerakanku.
“Masss… Uuudddaaahhh.. Mmasss..
Aaaddduuhhh.. Gellii.. Maass..!”
teriaknya.
Aku tidak peduli. Keringatnya
sudah seperti orang mandi.
Kupercepat terus gerakanku,
akhirnya,“Crooot… cruuuttt..”
tiga kali aku menembakan
cairanku di liang kenikmatannya.
Lalu aku ambruk di sebelahnya.
Tiba-tiba, “Plok.. plok.. plok..”
terdengar suara tepukan.
Rupanya Rina sudah dari tadi
memperhatikan kami berdua.
“Mas hebat… Sari.. selamat yaa..!”
katanya sambil mencium pipi Sari.
Sari hanya bisa tersenyum di
sela-sela nafasnya yang masih
ngos-ngosan.
“Enak Sar..?” tanyanya lagi.
Sari hanya bisa mengangguk
lemah. Lalu aku memeluk Sari.
“Sari. Terima kasih yaa..!” kataku
sambil mengecup pipinya.
“Sari juga terima kasih Mas..
Enaakkk banget ya Mass..!”
Aku bangun mengambil baju-
bajuku yang berserakan. Kulihat
di selangkangan Sari ada bercak-
bercak lendir kemerahan.
“Aaaahhh… Aku dapet perawan
lagi..!” batinku.
Lalu aku ke kamar mandi. Selesai
kumandi, gantian Sari yang
mandi. Setelah semua selesai,
kami hanya mengobrol saja
sambil minum teh hangat yang
dibuatkan Rina. Menceritakan
pengalaman yang dirasakan oleh
masing. Aku lemas karena dalam
2 jam sampai 3 kali main.
Sejak saat itu, Sari selalu datang
jam 3 sore. Dan sebelum belajar,
kami selalu mengawalinya dengan
pelajaran biologis. Dan Rina
sepertinya mengetahui dan
menyadari kalau punyanya Sari
lebih oke, jadi dia mengalah selalu
dapat giliran kedua. Dan mereka
pun saling berbagi. Saling
mencoba dan mengajari. Aku
yang dijadikan alat eksperimen
mereka menurut saja. Abis enak
sih.
Setelah pembagian raport,
ternyata yang nilainya naik
banyak hanya Sari. Tetapi
keduanya naik kelas dengan nilai
di atas rata-rata. Begitulah
pengalamanku dengan gadis-
gadis SMP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar