Rabu, 08 Juni 2011

Edisi Ulang Tahunku, Semoga Tidak Terjadi Padaku (Makna Kehidupan - Hadiah Sang Ayah)

Seorang pemuda sebentar lagi
akan di wisuda, sebentar
lagi dia akan menjadi seorang
sarjana, akhir jerih
payahnya selama beberapa
tahun di bangku
pendidikan. Beberapa bulan
yang lalu dia melewati sebuah
showroom, dan saat itu dia
jatuh cinta kepada sebuah mobil
sport, keluaran terbaru dari
Ford. Selama beberapa bulan dia
selalu membayangkan, nanti
pada saat wisuda ayahnya pasti
akan membelikan mobil itu
kepadanya. Dia yakin, karena dia
anak satu-satunya dan ayahnya
sangat sayang padanya,
sehingga
dia yakin banget nanti dia pasti
akan mendapatkan mobil itu.
Diapun berangan-angan
mengendarai mobil itu,
bersenangsenang
dengan teman-temannya.
Bahkan semua mimpinya itu
dia ceritakan ke teman-
temannya. Saatnya pun tiba,
siang itu,
setelah wisuda, dia melangkah
pasti ke ayahnya.
Sang ayah tersenyum, dan
dengan berlinang air mata
karena
terharu dia mengungkapkan
betapa dia bangga akan
anaknya,
dan betapa dia mencintai
anaknya itu. Lalu dia pun
mengeluarkan sebuah
bingkisan,... bukan sebuah
kunci! Dengan
hati yang hancur sang anak
menerima bingkisan itu, dan
dengan
sangat kecewa dia
membukanya. Dan dibalik kertas
kado itu ia
menemukan sebuah Alquran
yang bersampulkan kulit asli, di
kulit itu terukir indah namanya
dengan tinta emas.
Pemuda itu menjadi marah,
dengan suara yang meninggi dia
berteriak, “Yaahh... Ayah
memang sangat mencintai saya,
dengan
semua uang ayah, ayah belikan
Alquran ini untukku?”
Lalu dia membanting Alquran itu
dan lari meninggalkan
ayahnya. Ayahnya tidak bisa
berkata apa-apa, hatinya hancur,
dia berdiri mematung ditonton
beribu pasang mata yang hadir
saat itu.
Tahun demi tahun berlalu, sang
anak telah menjadi seorang
yang sukses. Dengan
bermodalkan otaknya yang
cemerlang dia
berhasil menjadi seorang yang
terpandang. Dia mempunyai
rumah yang besar dan mewah,
dan dikelilingi istri yang cantik
dan anak-anak yang cerdas.
Sementara itu ayahnya semakin
tua dan tinggal sendiri. Sejak
hari wisuda itu, anaknya pergi
meninggalkan dia dan tak
pernah
menghubungi dia. Dia berharap
suatu saat dapat bertemu
anaknya itu, hanya untuk
meyakinkan dia betapa kasihnya
pada
anak itu. Sang anak pun kadang
rindu dan ingin bertemu dengan
sang ayah, tapi mengingat apa
yang terjadi pada hari
wisudanya,
dia menjadi sakit hati dan sangat
mendendam.
Sampai suatu hari datang
sebuah telegram dari kantor
kejaksaan
yang memberitakan bahwa
ayahnya telah meninggal, dan
sebelum ayahnya meninggal,
dia mewariskan semua hartanya
kepada anak satu-satunya itu.
Sang anak disuruh menghadap
Jaksa wilayah dan bersama-
sama ke rumah ayahnya untuk
mengurus semua harta
peninggalannya. Saat melangkah
masuk
ke rumah itu, mendadak hatinya
menjadi sangat sedih,
mengingat semua kenangan
semasa dia tinggal disitu. Dia
merasa sangat menyesal telah
bersikap jelek terhadap ayahnya.
Dengan bayangan-bayangan
masa lalu yang menari-nari di
matanya, dia menelusuri semua
barang di rumah itu. Dan ketika
dia membuka brankas ayahnya,
dia menemukan Alquran itu,
masih terbungkus dengan kertas
yang sama beberapa tahun
yang lalu.
Selesai dia membaca tulisan itu,
sesuatu jatuh dari bagian
belakang Alquran itu. Dia
memungutnya.. sebuah kunci
mobil!
Di gantungan kunci mobil itu
tercetak nama dealer, sama
dengan
dealer mobil sport yang dulu dia
idamkan! Dia membuka
halaman terakhir Alquran itu,
dan menemukan di situ terselip
STNK dan surat-surat lainnya,
namanya tercetak di situ. Dan
sebuah kwitansi pembelian
mobil, tanggalnya tepat sehari
sebelum hari wisuda itu.
Dia berlari menuju garasi, dan di
sana dia menemukan sebuah
mobil yang berlapiskan debu
selama bertahun-tahun,
meskipun
mobil itu sudah sangat kotor
karena tidak disentuh
bertahuntahun,
dia masih mengenal jelas mobil
itu, mobil sport yang
dia dambakan bertahun-tahun
lalu. Dengan buru-buru dia
menghapus debu pada jendela
mobil dan melongok ke dalam.
Bagian dalam mobil itu masih
baru, plastik membungkus jok
mobil dan setirnya, di atas
dashboardnya ada sebuah foto,
foto
ayahnya, sedang tersenyum
bangga. Mendadak dia menjadi
lemas, lalu terduduk disamping
mobil itu, air matanya tidak
terhentikan, mengalir terus
mengiringi rasa menyesalnya
yang
tak mungkin diobati...
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar