Jumat, 17 Juni 2011

Sempat Ditolak Bank, Sekarang Penghasilan Puluhan Juta Perbulan

Tiada uang,
Syammahfuz Chazali mengawali
usahanya pada akhir 2007.
Proposal pinjamannya ditolak
bank. Modal diperoleh dari
berbagai penghargaan yang
menghampirinya. Kini, setelah
3,5 tahun berlalu, pemuda ini
bisa menghasilkan puluhan juta
rupiah sebulan. Ia pun banyak
dicari perusahaan luar negeri
yang tertarik pada idenya.

Nama Faerumnesia 7G sengaja
dipilih Syammahfuz Chazali
sebagai bendera usaha.
Faerumnesia adalah akronim
dari feses (kotoran),
ruminansia (lambung sapi), dan
Indonesia. Adapun 7G singkatan
dari 7 orang gigabit. "Artinya,
karya Indonesia dari kotoran
sapi. Tujuh orang terdiri dari
lima mahasiswa dibantu dua
dosen," tutur Syam, panggilan
karibnya.

Syam tak sendiri mendirikan
Faerumnesia 7G ini. Ia dibantu 4
kawan kampusnya dan dua
dosen dari jurusan Agribisnis
dan jurusan Tanah.
Bila bulan ini ia berkutat hanya
memproduksi 3.000 bata, bulan
depan, kapasitas produksinya
meningkat 10 kali lipat. Ia
harus membuat 30.000 bata
seharga Rp 3.000 per buah.
Alhasil, Syam pun bisa
mengantongi omzet Rp
90.000.000, Juli nanti.

Selain sibuk memproduksi bata,
Syam juga harus meladeni
permintaan beberapa
perusahaan dari dalam dan
luar negeri. Perusahaan-
perusahaan itu hendak
mengadopsi ide pemanfaatan
kotoran sapi.
Perusahaan-perusahaan di luar
negeri itu, antara lain dari
Kenya, India, Meksiko,
Venezuela, Italia, Belanda, dan
Amerika Serikat. "Yang paling
berminat itu perusahaan dari
India. Dia sudah hubungi saya
berkali-kali," kata Syam yang
lahir di Medan, 5 November
1984, itu.

Tentu perusahaan tersebut
tidak datang begitu saja.
Mereka mengetahui adanya
produk bata Syam ketika Tim
Prasetiya Mulya Businees
School (Tim PMBS) meraih juara
pertama di Global Social
Venture Competition, April
2009. Kompetisi rencana bisnis
pemanfaatan limbah ini digelar
di Universitas Berkeley,
Amerika Serikat.
Kala itu PMBS mengajak
EcoFaeBrick sebagai obyek
rencana bisnisnya. EcoFaeBrick
adalah nama produk bata dari
Faerumnesia 7G. Batu bata dari
kotoran sapi ini lebih ringan
dari batu bata tanah liat.
Namun, daya tekan
EcoFaeBrick 20 persen lebih
kuat.

Bata buatan Syam
menggunakan kotoran sapi
dengan kadar 75 persen.
Sisanya, proses pemanasan
biogas. Proses ini mampu
menggantikan emisi CO2 yang
dihasilkan dari pembakaran
saat memproduksi bata dari
tanah liat. "Saat menang itu,
saya dan teman-teman diliput
media massa di sana. Akhirnya
banyak perusahaan mengenal
kami," tutur Syam.
Di AS, banyak orang
mengomentari EcoFaeBrick.
"Alhamdulillah, bagus. Mereka
berpikir kotoran sapi bisa jadi
solusi bagi negara yang
menghasilkan CO2 tinggi,"
ungkap Syam.

Sepulangnya ke Indonesia,
beberapa perusahaan
mengontak Syam. Mereka
minta ilmu pemanfaatan
kotoran sapi kepadanya.
Namun, informasi itu tak
diberikannya secara lengkap.
Ini karena penggunaan
kotoran sapi sebagai kerajinan
bermerek Faerumnesia 7G
sudah dipatenkan pada 2007.

Berkat kotoran sapi, Syam
meraih banyak penghargaan. Ia
pernah masuk delapan besar
nominator Wirausaha Muda
Mandiri Regional Jateng-DIY
dan 50 besar peserta
Intensive-Student
Technopreneurship Program
RAMP.
Syam juga menggondol juara I
Lomba Bisnis Plan Pemuda dan
Olahraga pada 2007. Syam pun
pernah menerima penghargaan
dari Rektor UGM sebagai
Mahasiswa Berprestasi di
Bidang Kewirausahaan pada
2007.

Sayangnya, penghargaan itu
cuma jadi lambang. Syam tak
pernah menerima dana untuk
mengembangkan usahanya.
Tidak dari perusahaan swasta,
tidak juga dari pemerintah.
"Padahal kalau pemerintah mau
membantu, kami bisa
menembus pasar luar negeri,"
kata Syam.

Saat Faerumnesia 7G baru
lahir, Syam menghampiri
sebuah bank. Ia minta pinjaman
modal. Namun, bank itu
menolak permintaannya
dengan berbagai alasan.
Akhirnya, dengan tertatih-
tatih, Syam mengumpulkan
modal dari kemenangannya di
berbagai kompetisi.

Akhirnya, terkumpul Rp 4,5
juta sebagai modal awal yang
digunakan untuk membeli
bahan baku dan menyewa alat.
Syam pun bekerja sama
dengan seorang perajin di
Godean. "Sekarang saat saya
sudah produksi, sudah punya
omzet besar, bank-bank itu
datang ke saya menawarkan
bantuan. Saya tolak
semuanya," kata Syam.
Syam benar-benar membangun
usaha dari nol. Ia tak
mengeluarkan sepeser pun
dari kantong pribadinya. Hanya
ide yang ia tawarkan. "Saya
bertarung sendiri sejak awal,"
ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar